Selasa, 24 April 2012

PERKEMBANGAN EKONOMI SEPUTARAN YOGYAKARTA



      

      Aktivitas ekonomi berkaitan erat dengan hajat hidup mendasar yang membutuhkan makan. Tetapi terkadang aktivitas ekonomi yang dilakukan bukan hanya karena mengharapkan keuntungan dari proses jual beli yang terjadi melainkan aktivitas pengisi waktu dan untuk memenuhi kepuasan jiwa.

   
  
       Contoh nyata ini bisa ditemui di pasar Tempel dan di pasar Ngemplak, Kadisono,Tempel, Yogyakarta.Pasar NgemplakPasar ini tidak besar. Luasnya hanya sekitar 200 meter persegi. Bukanya pun hanya dari pukul 6 10 pagi. Barang dagangannya tidak jauh dari 9 bahan pokok dan makanan pengganjal perut di pagi hari, seperti, bubur, nasi uduk, jajan pasar, tempe tahu bacem, gudeg, bihun, dan gorengan.
Harganya murah dan bisa nego. Misalnya, mau beli bubur Rp1000, bisa. Mau beli Rp3000, bisa. Pokoknya membawa uang Rp5000, sudah cukup untuk mengganjal perut hingga siang hari. Cukup mengherankan memang. Uang Rp5000 mampu mengganjal perut hingga siang hari. Itu pun bisa untuk 2 orang. Murah sekali bila dibandingkan harga makanan di kota seperti Jakarta, Medan, Palembang atau kota besar lainnya. Yang lebih menakjubkan adalah para penjualnya. Ibu-ibu dengan usia lanjut. Mereka pun lupa kapan terlahir ke dunia ini. Aktivitas ekonomi yang mereka jalani setiap hari adalah aktivitas hidup pengisi waktu yang sangat efektif dan efisien. Mereka begitu setia dengan profesi sebagai pedagang kecil. Mereka begitu ikhlas menerima seberapa pun keuntungan yang didapat.
        Bagi mereka berdagang dengan niat membantu. Kasihan anak-anak mau ke sekolah belum sempat makan. Ibu mereka sibuk mau kerja, ungkap salah satu dari mereka ketika ditanya kenapa masih berjualan bukankah hidup mereka sebenarnya sudah mapan dengan anak-anak yang sukses?Uang yang mereka hasilkan dari berdagang itu, mereka berikan kepada cucu-cucu atau untuk bersedekah. Lebih baik mempunyai uang sendiri daripada diberi oleh orang lain walaupun orang tersebut anak sendiri. Percaya tidak percaya konsep kemandirian ini begitu dahsyat membuat mereka masih mampu bangun pukul 2 pagi untuk menyiapkan dagangannya.

         Mereka masih belanja sendiri atau mengambil sayuran dagangan di ladang sendiri. Mereka masih mampu berladang. Di usia yang begitu lanjut, kekuatan fisik mereka masih bagus.Pasar TempelSekilas tidak ada yang aneh dengan aktivitas ekonomi di pasar Tempel tersebut. Pasar yang berada di bawah jembatan yang melintasi sungai Progo itu cukup ramai dengan berbagai barang dagangan.
      Tapi, kalau pembeli berjalan agak ke Selatan, maka terlihatlah beberapa perempuan yang sudah cukup berumur berjualan makanan kecil tradisional khas Yogyakarta, seperti, jagung grontol, cenil, lepet, dan lain-lain.Para mbah itu telah berusai sangat lanjut. Sama dengan para mbah yang ada di pasar Ngemplak,mereka pun tidak ingat kapan mereka lahir. Mereka tidak bisa berbahasa Indonesia. Mereka memakai kebaya khas wanita Jawa. Uniknya, mereka menanam sendiri jagung yang dipakai sebagai bahan jagung grontol. Bila hasil panen tidak memadai, mereka pun tidak berjualan. Aktivitas ekonomi seperti itu sudah mereka jalani sejak muda. Kesetiaan pada profesi yang sangat luar biasa. Alasan mereka berjualan kebanyakan bukan karena uang tapi lebih karena untuk mendapatkan kepuasan batin dan mempertahankan kemandirian diri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar