Aktivitas ekonomi berkaitan erat dengan hajat hidup mendasar yang
membutuhkan makan. Tetapi terkadang aktivitas ekonomi yang dilakukan
bukan hanya karena mengharapkan keuntungan dari proses jual beli yang
terjadi melainkan aktivitas pengisi waktu dan untuk memenuhi kepuasan
jiwa.
Contoh nyata ini bisa ditemui di pasar Tempel dan di pasar Ngemplak,
Kadisono,Tempel, Yogyakarta.Pasar NgemplakPasar ini tidak besar.
Luasnya hanya sekitar 200 meter persegi. Bukanya pun hanya dari pukul 6
10 pagi. Barang dagangannya tidak jauh dari 9 bahan pokok dan makanan
pengganjal perut di pagi hari, seperti, bubur, nasi uduk, jajan pasar,
tempe tahu bacem, gudeg, bihun, dan gorengan.
Harganya murah dan bisa nego. Misalnya, mau beli bubur Rp1000, bisa.
Mau beli Rp3000, bisa. Pokoknya membawa uang Rp5000, sudah cukup untuk
mengganjal perut hingga siang hari. Cukup mengherankan memang. Uang
Rp5000 mampu mengganjal perut hingga siang hari. Itu pun bisa untuk 2
orang. Murah sekali bila dibandingkan harga makanan di kota seperti
Jakarta, Medan, Palembang atau kota besar lainnya. Yang lebih
menakjubkan adalah para penjualnya. Ibu-ibu dengan usia lanjut. Mereka
pun lupa kapan terlahir ke dunia ini. Aktivitas ekonomi yang mereka
jalani setiap hari adalah aktivitas hidup pengisi waktu yang sangat
efektif dan efisien. Mereka begitu setia dengan profesi sebagai
pedagang kecil. Mereka begitu ikhlas menerima seberapa pun keuntungan
yang didapat.
Bagi mereka berdagang dengan niat membantu. Kasihan anak-anak mau ke
sekolah belum sempat makan. Ibu mereka sibuk mau kerja, ungkap salah
satu dari mereka ketika ditanya kenapa masih berjualan bukankah hidup
mereka sebenarnya sudah mapan dengan anak-anak yang sukses?Uang yang
mereka hasilkan dari berdagang itu, mereka berikan kepada cucu-cucu
atau untuk bersedekah. Lebih baik mempunyai uang sendiri daripada
diberi oleh orang lain walaupun orang tersebut anak sendiri. Percaya
tidak percaya konsep kemandirian ini begitu dahsyat membuat mereka
masih mampu bangun pukul 2 pagi untuk menyiapkan dagangannya.
Mereka masih belanja sendiri atau mengambil sayuran dagangan di ladang
sendiri. Mereka masih mampu berladang. Di usia yang begitu lanjut,
kekuatan fisik mereka masih bagus.Pasar TempelSekilas tidak ada yang
aneh dengan aktivitas ekonomi di pasar Tempel tersebut. Pasar yang
berada di bawah jembatan yang melintasi sungai Progo itu cukup ramai
dengan berbagai barang dagangan.
Tapi, kalau pembeli berjalan agak ke Selatan, maka terlihatlah beberapa
perempuan yang sudah cukup berumur berjualan makanan kecil tradisional
khas Yogyakarta, seperti, jagung grontol, cenil, lepet, dan
lain-lain.Para mbah itu telah berusai sangat lanjut. Sama dengan para
mbah yang ada di pasar Ngemplak,mereka pun tidak ingat kapan mereka
lahir. Mereka tidak bisa berbahasa Indonesia. Mereka memakai kebaya
khas wanita Jawa. Uniknya, mereka menanam sendiri jagung yang dipakai
sebagai bahan jagung grontol. Bila hasil panen tidak memadai, mereka
pun tidak berjualan. Aktivitas ekonomi seperti itu sudah mereka jalani
sejak muda. Kesetiaan pada profesi yang sangat luar biasa. Alasan
mereka berjualan kebanyakan bukan karena uang tapi lebih karena untuk
mendapatkan kepuasan batin dan mempertahankan kemandirian diri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar